TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta --- Fall Armyworm atau Spodopterafrugiperda adalah hama ulat grayak baru yang dapat menyerang, merusak atau menghancurkan pertanaman jagung dan tanaman lainnya hanya dalam semalam. Hama ulat grayak atau sering juga disebut ulat tentara jenis baru ini mampu bermigrasi (menyebar) ratusan kilometer dan menjadi peringatan bagi petani kecil.
Fall Armyworm sejatinya adalah hama asli Amerika. Namun, sejak 2016 telah bergerak agresif kearah timur, menyapu Afrika, dan pertama kali merambah Asia pada pertengahan 2018 di India, sejak itu menyebar ke Bangladesh, Cina, Myanmar, Sri Lanka, Thailand sebelum tiba di Indonesia.
Organisasi Pangan Dunia (FAO) dan Kementerian Pertanian mencatat bahwa hama ulat grayak species baru Spodopterafrugiperda pertama kali terdeteksi di Indonesia pada Maret 2019 di Sumatera Barat. Hanya dalam waktu empat bulan, hama ulat grayak jagung ini menyebar keberbagai provinsi meliputi provinsi di pulau Sumatera, Jawa, dan beberapa daerah di Kalimantan dan Sulawesi.
Menurut pakar entomologi dari Universitas Gajah Mada, Prof. Y. Andy Trisyono, PhD dalam acara Seminar dan Pameran “Smart Agriculture Techniques & Innovation” yang diselenggarakan oleh Asosiasi CropCare Indonesia bekerjasama dengan AgrochemBIZ China, baru-baru ini di Jakarta mengatakan, pengendalian serangan hama ini harus dilakukan secara terpadu dan tidak bisa mengandalkan salah satu cara pengendalian.
Walaupun serangan ulat pendatang baru di Indonesia ini belum dapat dikatakan ‘mengerikan’, tetap harus waspada. Dosen Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB University, Idham Sakti Harahap mengatakan untuk mengendalikan sebaiknya dilakukan tindakan preventif kalau memang belum terserang. Benih merupakan faktor utama karena ada beberapa benih jagung yang sudah toleran terhadap ulat grayak.
Di Amerika Tengah, ia mencontohkan, negara pertama yang diserang, mempunyai jagung varietas yang tahan terhadap si hama ini (Bt-corn), tetapi ada 1 galur yang megandung gen hama ini. “Makanya agar tanaman varietas tetap toleran, di areal pertanaman ditanam 20 persen tanaman yang rentan terhadap hama ini,” ujarnya.
Tanam Serempak
Selain benih toleran hama ulat grayak, tanaman serempak merupakan langkah preventif. Jadi ketika mulai musim tanam, sebaiknya dilakukan tanaman serempak agar keberadaan si hama dapat diputus. Langkah preventif lainnya adalah metode tumpang sari dengan tanaman repelan dan atrakan.
“Kalau di Kenya tumpang sari dengan menggunakan rumput gajah. Ini efektif untuk mencegah ulat grayak karena ulat bukan memakan jagung, melainkan rumput gajah ini,” jelas Idham.
Jika sudah terserang, Idham menyarankan, penyemprotan dengan menggunakan insektisida dan bio-pestisida menjadi pilihan. Di India, insektisida yang direkomendasikan adalah insektisida yang mengandung bahan spinetoram, thiametoxan, lambda cyhalotrin, cyantraniliprolem dan chlorantaniliprole.
“Kalau yang biopestisida, dianjurkan yang megandung bahan-bahan: metarhizium anisopliae, metarhizium rileyi, beauveria bassiana, verticilium lecanii, dan bacillus thuringiensis,” kata Idham.
Idham mengatakan, ketika hama ini sudah ditemukan di Thailand, pihaknya mencoba untuk melakukan pencegahan. “Kita keliling ke lapangan, menghimbau ke petani untuk waspada ke hama ini. Tiba-tiba ada salah satu petani memberitahukan ke kita bahwa tanaman jagungnya sudah terdapat gejala-gejala terkena serangan ini. Ternyata tanaman jagung kita sudah terserang,” ceritanya.
Menurut Idham, hama ini awalnya berasal dari Amerika Tengah. Lalu masuk ke Afrika, India, Myanmar, Thailand, Malaysia dan akhirnya Indonesia. Jagung yang diserang hama ini biasanya jagung muda. Ditandai dengan daun habis digerogoti, daunnya terdapat bercak-bercak seperti karat. Ketika setiap helai daun bagian dalamnya dibuka terdapat ulat grayaknya, dan tongkol jagungnya ada bagian yang busuk.
“Ulat memang menyerang pada saat usia tanaman masih muda. Jadi ketika sudah terserang, otomatis pertumbuhannya terhambat. Petani dapat gagal panen kalau tidak diatasi secara tepat dan cepat,” terang Idham.
Untuk di Indonesia sendiri, Idham mengakui, belum ada data resmi mengenai serangan serta kerugian akibat hama ini. Namun dari hasil pemantauan BBPOPT, sudah ada 12 provinsi yang tanamannya terserang yakni, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka-Belitung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Gorontalo.
“Kalau di Indonesia memang belum dihitung secara resmi, tetapi di negara-negara lain, seperti di Afrika (12 negara), kerugiannya mencapai 4-18 juta ton per tahunnya. selain itu, dapmkanya bukan hanya sebatas ke produksinya saja, melainkan akses terhadap pemasarannya juga, bahkan sampai ke perdagangan internasional,” tuturnya.
Sumber : TABLOIDSINARTANI