Jakarta, CNN Indonesia -- Peneliti Sumber Daya pada Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Tony Basuki mengingatkan pemerintah untuk serius merespons serangan hama ulat grayak, terhadap tanaman jagung milik petani di provinsi berbasis kepulauan itu.
"Hama ini sangat berbahaya. Dua atau tiga ulat saja menyerang satu pohon tanaman mati, Jadi, semua lini sudah harus bergerak untuk melakukan penanganan," katanya seperti mengutip Antara, Kamis (6/2).
Menurut dia, hama ulat grayak yang menyerang tanaman jagung saat ini merupakan spesies baru yang masuk Indonesia. Menurutnya, hama ulat grayak ini memiliki kemampuan menjelajah hingga radius 100 km, dan mampu bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama.
"Hama ini umurnya juga cukup panjang. dalam semua fase, hama ini menyerang dengan sangat ganas. Sasaran utama pada titik tumbuh jagung. Kalau sudah diganggu tidak bisa dipulihkan," katanya.
Dia menambahkan, pada awal Desember 2019, pihaknya mendapat laporan bahwa hama ini menyerang tanaman jagung di beberapa desa di Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Barat Daya, tetapi sampai akhir Januari sudah meluas ke seluruh kabupaten di NTT.
Menurut Tony, hama itu tidak saja menyerang tanaman jagung, tetapi juga berpeluang menyerang tanaman pertanian lain seperti padi, sorgum, kacang-kacangan, tomat, cabai hingga buah jagung yang masih muda.
"Sekarang ini, kebetulan jagung yang lagi siap jadi makanan, sehingga serangan awal ini lebih pada tanaman jagung, tetapi tidak tertutup kemungkinan menyerang padi dan sorgum," katanya.
Sumber Pangan di NTT Turun
Tony kemudian memastikan bahwa produksi sumber pangan di daerah itu akan menurun pada musim tanam 2019/2020 akibat serangan hama ulat grayak.
"Sudah pasti terjadi penurunan produksi sumber pangan, bahkan bisa turun sampai 60 persen," katanya Tony.
Dia menjelaskan, selain karena serangan hama, sebagian petani baru mulai menanam, sementara pada Maret hingga April, wilayah NTT mulai memasuki musim kemarau.
"Kalau petani menanam di atas tanggal 20 Januari, tanaman akan mengalami puso dan bisa terjadi gagal panen," katanya.
Dari hasil analisa ketahanan pangan, kata dia, pemerintah bisa menyiapkan skenario penanganan lebih awal. Skenario penanganan menurut dia, harus disiapkan karena jika terjadi penurunan produksi dan daya beli masyarakat juga menurun, bisa terjadi rawan pangan.
Waspada Penyebaran Ulat Grayak
Tony juga meminta para petani untuk mewaspadai hama ulat grayak karena hama tersebut mampu berkembangbiak sangat cepat, karena satu betina mampu menghasilkan 1.000 hingga 2.000 sekali masa bertelur.
"Ulat jenis ini memang baru pertama kali menyerang di beberapa daerah di NTT, terutama pada tanaman jagung. Apabila tidak segera diatasi maka penyebarannya semakin meluas karena ulat ini mampu berpindah tempat pada radius 100 kilometer," katanya.
Dia menjelaskan, hama ulat yang lazim disebut ulat tentara ini merupakan jenis baru yang nama ilmiahnya adalah spidoptera frugiperda.
Ulat ini berasal dari Amerika Selatan dan di Indonesia selama ini terjadi di Pulau Jawa. Khusus di NTT, baru ditemukan tahun ini, dan dalam jumlah besar di beberapa kabupaten.
Sementara itu, Peneliti Spesialis Hama Penyakit BPTP NTT, Noldy Kotta menjelaskan penyebaran ulat ini diakibatkan oleh cuaca dan perkembangbiakannya sangat cepat.
"Ada empat stadia perkembangbiakan ulat tentara ini yakni mulai dari bertelur, kemudian jadi larva (ulat yang makan daun jagung), lalu jadi pupa atau kepompong, kemudian jadi ngengat atau kupu-kupu kecil," katanya.
Untuk pengendalian, kata Noldy, para petani pendampingan BPTP NTT, sudah disarankan untuk menggunakan insektisida bahan aktif atau carbo furadan, dengan meletakkan beberapa butir di dua-tiga titik tumbuh dan mampu meredam kerusakan tumbuhan.
Dia juga mengimbau petani agar ketika tanaman jagung memasuki fase vegetatif supaya dilakukan pencegahan dini, karena apabila satu betina menetaskan telur, maka dalam kondisi cuaca hangat, maka dua hari saja telur menetas dan bisa menyerang satu hamparan dalam waktu cepat.
Kasus di Flores Timur
Wakil Bupati Flores Timur Agustinus Payong Boli menyatakan bahwa sebanyak 4.585 dari total 12.072 hektare tanaman jagung milik petani di Kabupaten Flores Timur, NTT terserang hama ulat grayak.
"Serangan hama yang dimulai sejak akhir Desember 2019 tersebut terjadi di hampir semua desa pada 19 kecamatan di daerah ini," katanya kepada Antara.
Menurut dia, dari total luas tanaman yang terserang hama, sebanyak 2.089 hektare sudah bisa dikendalikan melalui bantuan pestisida. Sementara 2.496 hektare lainnya terancam mati karena minimnya curah hujan.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan NTT, Jhon Oktovianus menjelaskan, hama ulat grayak muncul ketika curah hujan dalam waktu singkat dan panasnya sangat panjang.
Menurut dia, fase yang paling merusak dari hama jagung ini yaitu fase larva atau ulat. Hama ulat grayak merusak pertanaman jagung dengan cara menggerek daun tanaman jagung.
Bahkan, pada kerusakan berat, kumpulan larva hama ini seringkali menyebabkan daun tanaman hanya tersisa tulang daun dan batang tanaman jagung. Jika kumpulan larva hama jagung ini mencapai kepadatan, rata-rata populasi 0,2 sampai 0,8 larva per tanaman.
"Masa bertahan larva sangat lama yang mencapai tiga minggu, sehingga tingkat kerusakan tanaman sangat tinggi," tegas Jhon.
Dia mengakui, pemberantasan hama ulat grayak dengan cara disemprot sedikit mengalami kendala, karena ulat tersebut berlindung di balik daun.
Sumber : CNN Indonesia