TEMPO.CO, Jakarta - Tim Kuliah Kerja Nyata dan Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) menciptakan mesin pemipil jagung otomatis. Inovasi itu sekaligus sebagai sumbangan perguruan tinggi untuk warga di lokasi tempat mahasiswa melakukan kuliah kerja nyata, yakni di Desa Petung, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Masyarakat di desa itu sebagian memang bekerja sebagai petani jagung.
Ketua tim Kuliah Kerja Nyata dan Pengabdian Masyarakat ITS, Harus Laksana Guntur, mengatakan setiap panen jagung tiba, petani-petani di desa tersebut masih harus memipil jagung kering secara manual. Akibatnya, selain mamakan waktu lama, juga tenaga, tak jarang warga sampai tidak tidur malam karena memipil jagung yang jumlahnya sangat banyak itu. "Mesin pemipil otomatis ini bisa meringankan beban kerja petani," kata Guntur kepada Tempo, 28 Oktober 2021.
Menurut Guntur, mesin pemipil itu sengaja dirancang khusus menggunakan daya mesin diesel. Mesin juga dilengkapi transmisi belt-pulley dan mekanisme perontok yang dapat diatur ukuran serta kapasitasnya sesuai kebutuhan. Transmisi belt-pulley yang diletakkan di antara mesin dan rumah perontok, berfungsi untuk meneruskan daya dan putaran dari mesin. Adapun di dalam rumah perontok itu terdapat roller dan pengarahnya.
Mesin pemipil seberat 30 kilogram dengan dimensi 720 x 620 x 510 milimeter ini mampu merontokkan biji jagung dalam jumlah besar. Beberapa karung jagung, dapat langsung dituangkan ke bagian feeding. Kapasitas produksinya sendiri bisa sebesar 1.200 hingga 1.500 kilogram per jam. Kecepatan maksimum yang dihasilkan mesin bisa mencapai 1.500 rotasi per menit dengan daya sebesar 1,5 kW/7,5 HP. Hasil rontokannya seratus persen terlihat rapi dan tak ada yang pecah.
"Namun hanya jagung kering yang bisa dirontokkan memakai mesin ini, kalau masih basah tidak bisa," kata Guntur yang juga Ketua Program Studi Pascasarjana Teknik Mesin ITS ini.
Guntur menambahkan, sisa bonggol jagung hasil pemipilan itu masih dapat diolah untuk pakan ternak dan bahan bakar. Sedang kemudahan dalam mengoperasikan mesin pemipil ini merupakan salah satu yang ingin dicapai dari rancangan piranti tersebut. Harapannya, petani-petani yang menggunakannya tidak kesulitan dalam menjalankan. Selain itu, dengan bobot 30 kilogram, mesin itu juga tidak terlampau berat untuk dipindahkan.
Kegiatan kuliah kerja nyata mahasiswa ITS itu berlangsung selama enam bulan atau sejak awal Mei 2021 lalu. Tahapan kegiatannya meliputi survei potensi dan kebutuhan petani, perancangan alat, dan proses fabrikasi. Uji fungsi teknis sempat dilakukan beberapa kali sebelum mesin diserahkan pada petani. "Saat penyerahan, kami memberikan sedikit tutorial pemakaiannya, dan tak butuh waktu lama petani dapat mempraktikkan sendiri," kata Guntur.
Para petani jagung, menurut Guntur, antusias memakai mesin pemipil bertenaga solar itu. Selain praktis, bahan bakarnya pun mudah dicari. Bahkan petani meminta pada ITS agar dibuatkan alat-alat lainnya, seperti mesin pengupas kulit kwaci. Memang ada beberapa warga yang memanfaatkan pengolahan kwaci sebagai usaha kecil menengah.
Kegiatan pengabdian masyarakat oleh lima dosen dan 11 mahasiswa ITS itu sempat terkendala oleh sulitnya koordinasi di lapangan akibat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM karena pandemi Covid-19. Akhirnya koordinasi dilakukan secara daring. Melihat antusiasme petani, ia akan merancang piranti sejenis namun dengan kapasitas lebih besar. "Kami berharap dapat menciptakan usaha rintisan untuk membantu proses hilirisasi serta komersialisasi alat ini ke petani jagung," ujanya.
Sumber: TEMPO