NGANJUK, JP Radar Nganjuk-Sejumlah petani di Desa Tanjungkalang, Ngronggot mulai resah. Pasalnya, tanaman padi di musim tanam kedua April ini mulai diserang hama. Agar tanaman mereka tak terganggu, petani harus melakukan penyulaman tanaman yang sudah mati.
Keluhan disampaikan oleh Samsuri, 58. Petani asal Desa Tanjungkalang, Ngronggot itu mengatakan, tanaman padinya yang baru berusia 14 hari mulai diserang hama seperti wereng cokelat dan sejenis kaper berwana putih. “Kami menyebutnya wereng. Kalau tidak disemprot dengan obat tanaman bisa mati,” akunya.
Selain lahannya, menurut Samsuri ada beberapa lahan petani lain yang harus disulam. Apalagi, selain hama, aliran irigasi yang menggenangi sawah juga menjadi kendala. “Banyak padi yang baru ditanam mati karena terlalu banyak air,” lanjutnya.
Dikatakan Samsuri, di lingkungannya ada sekitar lima hektare lahan yang mengalami nasib serupa. “Di tempat lain sepertinya sama saja diserang hama,” terangnya.
Agar serangan hama tidak meluas, Samsuri bersama petani lain harus melakukan penyemprotan tambahan. “Biaya tanam tambah lagi,” keluhnya.
Satu botol pestisida seharga Rp 155 ribu haya bisa digunakan untuk tiga kali semprot. Meski sudah beberapa kali disemprot, hama tersebut masih saja menempel dan menyerang tanaman yang baru berusia kurang dari 20 hari.
Dalam kondisi sulit seperti ini, Samsuri mengaku belum ada pendampingan dari penyuluh pertanian lapangan (PPL). Dia berharap, penyelesaian hama ini ada pendampingan dari PPL agar tanaman petani bisa selamat hingga pananen nanti.
Terpisah, Pengendali Organisme Penganggu Tumbuhan (POPT) Ngronggot Winarto mengatakan, hama yang ada di lahan pertanian saat ini sifatnya adalah populasi. Perpindahan dari tanaman yang baru saja dipanen. “Satu rumpun hama wereng ini bisa lima sampai sepuluh ekor,” urainya.
Populasi ini tidak hanya terjadi di satu tempat tetapi merata di banyak tempat. Khususnya di area pertanian yang baru saja panen lalu dilanjutkan dengan tanam ke dua. Bahkan, jumlah populasi seperti ini di satu rumpun bisa sampai 30 ekor.
Bagi Winarto kejadian ini adalah hal lumrah dan belum dikategorikan sebagai serangan hama. “Kalau serangan satu rumpun bisa dihinggapi 600 ekor,” tegasnya. Karena itu, yang terpenting menurut Winarto adalah melakukan pencegahan dengan cara penyemprotan pestisida.
Agar tidak berkembang dengan cepat, petani biasanya sudah bisa mengukur kapan hama ini bertelur dan menetas. Dia memprediksi petani harus bersiap-siap pada tanggal 12 sampai 15 April mendatang. “Kita cegah sebelum menetas,” tandasnya sembari menyebut dirinya sudah berkeliling memberi pemahaman kepada petani untuk melakukan pencegahan.
Sumber : Radar Kediri