InfoSAWIT, JAKARTA - Tidak satupun negara di dunia yang tidak merasakan dampak Pandemi Covid-19 ini, apalagi muncul varian-varian baru mengakibatkan situasi pandemic diprediksi kian semakin berkepanjangan. Di beberapa negara mulai mendeklarasikan “hidup berdampingan dengan Covid”, langkah ini tentu saja bukan bentuk keputusasaan, tetapi lebih kepada semangat untuk mengedepankan hidup sehat bersama alam.
Lesu layunya perekonomian nasional akibat pandemi Covid-19 sudah dirasakan sejak awal tahun 2020 lalu, bahkan perekonomian Indonesia sempat minus di 2020 (triwulan IV 2020 sebesar -2,19%, yoy) dan kerja keras semua lini yang saling topang akhirnya Ekonomi Indonesia pada triwulan II-2021 terhadap triwulan II-2020 mengalami pertumbuhan sebesar 7,07 persen (y-on-y), ini menjadi harapan baru Indonesia kedepannya.
Beberapa negara maju dan super canggih yang terlena dengan kemajuan industry teknologi dan perdagangan lebih parah dari Indonesia sebagai dampak pandemi covid ini. Hal ini menjadi catatan bagi kita semua, bahwa negara yang mengandalkan alam dan menjaga kekayaan sumberdaya alam lebih elastis dalam masa-masa sulit seperti saat ini dan kedepannya, ya jasa ekosistem lah penyelamatnya.
Jadi Jasa ekosistem merupakan manfaat yang diperoleh manusia dari ekosistem, manajemen dan tata kelola lingkungan dan sumber daya alam, serta perencanaan tata ruang. Inilah kunci keberhasilan Indonesia menghindar dari kekacauan perekonomian yang lebih parah saat pandemi covid dan stabilnya neraca devisa negara. Ya benar, jasa ekosistem terbesar yang diterima negara ini adalah dari tanaman kelapa sawit, kita harus beryukur karena sawit tumbuh dengan subur di Indonesia, ini adalah anugerah Tuhan kepada Indonesia dan dunia.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Presiden Jokowi saat pembukaan acara pengukuhan duta petani milenial Kementerian Pertanian (Jumat 6/8). Presiden mengungkapkan bahwa 71% Petani Indonesia berada diatas umur 45 tahun dan 29% nya berada dibawah 45 tahun. Pada pidato Presiden juga menyinggung ketangguhan sektor pertanian dimasa pendemi Covid-19, bahwa tahun 2020, disaat sektor lain anjlok dan terkontraksi, jutru pertanian masih mampu surplus diangka 1,75%.
Hasil penelitian Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute, PASPI (2021), mengungkapkan bahwa di kabupaten kota yang memiliki perkebunan kelapa sawit cenderung lebih baik pertumbuhan ekonominya, dibandingkan dengan kabupaten kota yang tidak memiliki perkebunan sawit, dan pertumbuhan ini lebih kontras perbedaannya disaat wabah Covid-19 melanda dunia.
Hasil penelitian ini secara empiris dan hasilnya sama dengan penelitian World Bank (Bank Dunia). Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia(APKASINDO) di tiga Provinsi Sawit, yakni Riau, Kalimantan Barat dan Sulawesi Barat, rerata pendapatan bersih petani sawit/ha/bulannya Rp.1.485.000 (dihitung pada bulan Juli 2021), dimana rata-rata kepemilikan petani hasil survey adalah 4,18 ha, yang artinya per bulan petani mendapat penghasilan bersih Rp. 6.207.300 dengan tingkat keberlanjutan (sustainability) aspek ekonomi, ekologi dan sosial masuk dalam kategori sangat berkelanjutan.
Negara sangat diuntungkan karena perkebunan kelapa sawit di Indonesia 42% (hampir 7 juta ha) dikelola oleh Pekebun (masyarakat), sehingga multi player effect nya sangat besar pengaruhnya, akan berbeda ceritanya jika 85% perkebunan sawit hanya dikelola oleh korporasi. Sebab itu didalam berbagai kesempatan saya selalu menekankan kepada korporasi bahwa “memperkecil sharing profit Petani Sawit sama dengan mematikan sawit Indonesia”, petani sawit dengan korporasi saling membutuhkan dan harus seiring saling dukung.
Data lain yang terungkap adalah 1 ha kebun sawit masyarakat sebanding dengan 1.000 ha kebun sawit korporasi manfaatnya terhadap aspek sosial dan ekonomi masyarakat sekitar perkebunan sawit tersebut, dan aspek dimensi sosial melampaui dari empat indikator dimensi yang dinilai, oleh karena itu tidak heran jika dari hasil penelitian kerjasama Lembaga Penelitian & Pengabdian Masyarakat (LPPM) dan Program Doktoral Ilmu Lingkungan Universitas Riau dengan APKASINDO (2021), bahwa perkebunan sawit masyarakat nilai keberlanjutannya lebih tinggi dibandingkan kebun sawit milik korporasi.
Sumber: InfoSAWIT