PURWAKARTA – Perkuat ketahanan pangan, anggota DPR Dedi Mulyadi mengajak para petani dan pengurus masjid. Dengan menanam padi gogo di lahan seluas 6 hektare di wilayah Kabupaten Purwakarta.
“Ada beberapa alasan, kenapa harus menanam padi gogo,” ujar Dedi di sela sosialisasi empat pilar kebangsaan bertajuk Gotong-royong Memperkuat Ketahanan Pangan.
Dedi mengatakan, karena padi gogo tak lepas dari areal penanaman yang kering. Padi gogo juga masih bisa tumbuh dan menghasilkan dengan rata-rata 3-4 ton per hektare setiap satu kali panen.
Lanjut Dedi, padi gogo bisa ditanam di semua media, bahkan di halaman rumah. Karena itu penanaman padi gogo akan terus dilakukan di sejumlah areal, dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat sebagai bentuk ketahanan pangan.
“Apalagi pada pandemi COVID-19 seperti saat ini, walaupun serba dibatasi tapi semua masih butuh makan. Jadi penanaman harus tetap dilakukan, dan padi gogo ini bisa dimanfaatkan di mana saja dan oleh siapa saja,” ungkap dia.
Wakil Ketua Komisi IV DPR berharap penanaman padi gogo bisa menginspirasi masyarakat dengan mulai ikut menanam. “Kita tumbuhkan kesadaran masyarakat akan ketahanan pangan ini. Menanam padi gogo bisa di mana saja. Bisa di pot atau lahan kering di halaman sekitar rumah,” jelasnya.
Menurut dia, bangsa Indonesia sejak dulu memiliki tradisi gotong-royong saat mengerjakan sesuatu. Begitu pun dalam hal bercocok tanam, tradisi gotong-royong masih tertanam kuat di dalamnya.
Dalam tradisi Sunda, kegiatan bertani atau berladang biasa disebut “ngahuma”. Tradisi ini mengajak masyarakat menanam padi secara bersama-sama di suatu areal terbuka milik bersama, tanpa adanya kepemilikan atau sertifikasi seperti saat ini.
Kebersamaan dan gotong royong yang dilakukan sejak melakukan penanaman hingga panen tidak menimbulkan rasa iri antar-masyarakat. Semua masyarakat terbagi secara merata hasil panen sesuai dengan pekerjaan mereka.
Menurut dia, bangsa Indonesia sejak dulu memiliki tradisi gotong-royong saat mengerjakan sesuatu. Begitu pun dalam hal bercocok tanam, tradisi gotong-royong masih tertanam kuat di dalamnya.
Dalam tradisi Sunda, kegiatan bertani atau berladang biasa disebut “ngahuma”. Tradisi ini mengajak masyarakat menanam padi secara bersama-sama di suatu areal terbuka milik bersama, tanpa adanya kepemilikan atau sertifikasi seperti saat ini.
Kebersamaan dan gotong royong yang dilakukan sejak melakukan penanaman hingga panen tidak menimbulkan rasa iri antar-masyarakat. Semua masyarakat terbagi secara merata hasil panen sesuai dengan pekerjaan mereka.
“Jadi saya mencoba mengajak berinteraksi tentang itu, menanam padi bersama-sama dan hasilnya bisa dinikmati oleh masyarakat secara bersama-sama di Tajug Gede Cilodong,” pungkasnya.
Sumber: Jabarekspres