SERAMBINEWS.COM, BANADA ACEH - Seorang pengusaha dari Lombok Timur, NusaTenggara Barat (NTB) Dean Novel, Selasa (27/7/2021) datang ke Desa Teladan, Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar, mengajari cara bercocok tanam jagung kualitas tinggi untuk bahan baku pangan yang sehat dan rendah cemaran racun aflatoxin.
“Saya diundangan Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh ke DesaTeladan ini, untuk mengajari kelompok tani jagung setempat, cara menanam dan mengolah jagung pasca panen, menjadi bahan baku pangan yang sehat dan rendah kadar racun aflatoxin,” kata Komisaris Utama PT Datu Nugraha Agribisnis, Lombok Timur, NTB, Dean Novel kepada Serambinews.com, Selasa (27/7) di Desa Teladan Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar.
Pengusaha dari Lombok Timur, NTB itu menjelaskan, menanam jagung kualitas tinggi, atau rendah racun aflatoxin itu, sebenarnya tidak susah, asalkan anggota kelompok taninya disiplin, hasilnya akan bagus.
Pertama, kata Novel, pilih bibit jagung berproduksi tinggi, kemudian dalam melakukan pemupukan lakukan secara berimbang, pemanfaatan pupuk jenis urea dikurangi, tapi untuk pupuk jenis NPK, boleh banyak, namun jangan berlebihan.
Selanjutnya masa waktu panen jagung, harus di atas 120 hari. Kemudian, setelah 10 jam, jagung di panen, langsung dibawa ke mesin pengering, dengan suhu panas dalam mesin pengering diatur mencapai antara 60-70 derajat selsius, menggunakan bahan bakar tongkol jagung, sebagai pengering jagung pipilan jagung.
Dean Novel mengatakan, hasil biji jagung yang dipanen petani jagung Desa Teladan, kadar airnya masih tinggi sekitar 19 persen, standarnya antara 14-15 persen.
Selanjutnya, tingkat kadar aflatoxin dalam jagung, harus bisa berada dibawah 20 PPM, baru bisa dijadikan untuk bahan baku pangan konsumsi yang sehat.
Sedangkan biji jagung yang mengandung aflatoxin di atas 20 PPM, belum bisa dijadikan bahan baku bahan pangan yang sehat, karena untuk jangka panjang berbahaya bagi tubuh, bisa menyebatkan penyakit kanker dan lainnya.
Kandungan aflatoxin yang tinggi dalam biji jagung, apabila dikonsumsi oleh ayam, ikan, udang dan lainnya sebagai pakan ternak dan pakan ikan, kemudian ikannya dimakan oleh manusia, dalam jangka panjang aflatoxin kadar tinggi yang berada dalam pakan ternak, meski sudah dimakan oleh ayam dan ikan, aflatoxin itu tetap ada.
Untuk jangka panjang, bisa mengakibatkan berbagai penyakit, makanya jagung dengan kadar aflatoxin yang rendah dibawah 20 PPM, harganya mahal Rp 6.000/Kg. Tapi biji jagung dengan kadar aflatoxin yang masih tinggi di atas 20 PPM, harganya di bawah Rp 4.500/Kg.
Komut PT Datu Nusra Agribisnis Lombok Timur, NTB Dean Novel mengatakan, ia diundang Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh untuk mengajar petani di Aceh Besar, menanam jagung dan mengolah jagung pasca panen, rendah kandungan aflatoxin, sudah beberapa bulan lalu, tapi baru sempat pada minggu keempat bulan Juli ini.
Ia mengungkapkan, untuk Pulau Sumatera, baru dua daerah yang melakukan pelatihan penananam jagung rendah kadar aflatoxin, yaitu Lampung dan Aceh.
Provinsi Lampung mendapat pelatihan dari pihak Kementerian Pertanian. Sementara petani jagung di Aceh, dapat pelatihan dari pelaksanaan kegiatan Adofsi Inovasi Teknologi Pasca Panen Komoditi Jagung, dari Kasie Pengolahan dan Pemasaran Hasil Distanbun Aceh, Sri Muliani SHP SP MSi.
Ia mengatakan, pangsa pasar produksi jagung rendah aflatoxin ini, cukup besar di Indonesia. Sebelum NTB memproduksi jagung aflatoxin, jumlah impor jagung dari luar negeri untuk jenis jagung rendah aflatoxin mencapaia 1,5 juta ton/tahun. Jagung itu diimpordari Amerika, Brailia, Uruguay dan lainnya.
“Petani di Aceh Besar, tak perlu kuatir, bila di daerah ini, belum ada yang menampung jagung rendah aflatoxin, perusahaan kami dari Lombok Timur, NTB, siap membelinya dengan harga Rp 6.000/Kg,” tuturnya.
Sekretaris Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh Besar, Rahmah Daniati, dalam acara pembukaan mengatakan, mewakili kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh Besar, dirinya mengucapkan terima kasih kepada Distanbun Aceh yang telah melaksanakan kegiatan Adopsi Inovasi Teknologi Pasca Panen Komoditi Jagung.
Kegiatan menurunkan kadar aflatoxin dalam biji jagung ini, menurut rahmah Daniati, adalah ilmu dan pengetahuan yang sangat berharga dan berguna bagi anggota kelompok tani Aceh Besar, untuk menghasilkan produksi jagung kualitas tinggi.
Jadi, kata Rahmah Daniati, ke depan jagung yang dihasilkan petani di DesaTeladan ini, nanti adalah jagung kualitas tinggi, yang kadar aflotoxoinnya rendah, dan dapat dijual dengan harga yang tinggi di atas Rp 6.000/Kg.
Kabid Produksi Distanbun Aceh, Safrizal yang mewakili Kadistanbun Aceh, Ir Cut Huzaimah MT mengatakan, program dan kegiatan Adopsi Inovasi Teknologi Pasca Panen Komoditi Jagung yang dilaksanakan pada tahun ini, sebagai pailot proyek, atau percontohan bagi petani jagung di seluruh Aceh.
Setelah petani jagung di Desa Teladan Aceh Besar ini, nanti sudah berhasil, mahir dan pintar menanam jagung dan mengolah jagung pasca panen yang menghasilkan jagung rendah aflatoxin, mereka akan menjadi tutor atau pelatih tanam jagung yang rendah kadar aflatoxin untuk daerah lainnya, yang ada memanam jagung untuk pakan dan konsumsi manusia.
Program pengembangan tanam jagung tahun ini di Aceh, sebut Safrizal mencapai 50.030 hektar, dari berbagai sumber anggran yaitu APBN dan APBA.
Areal terluasnya ada di Kabupaten Bireuen seluas 7.995 hektar, kemudian Aceh Utara seluas 6.000 hektar, sedangkan Aceh Besar hanya 1.530 hektare.
Safrizal mengatakan, harapan Distanbun Aceh terhadap pelaksanaan kegiatan adopsi inovasi teknologi pasca panen komoditi jagung ini, dapat membantu motivasi semangat petani jagung.
Selanjutnya, dapat menambah dan melebarkan areal tanaman jagung. Karena dengan pelatihan ini, kualitas jagung yang dipanen menjadi lebih tinggi, dan harga jualnya jadi naik.
“Kalau sebelumnya hanya Rp 4.500/Kg, dengan adanya pelatihan ini, kualitas jagungnya tinggi, harga jualnya naik menjadi di atas Rp 6.000/Kg,” tutur Safrizal.
Sumber: SERAMBINEWS