Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diharapkan dapat mengambil keputusan strategis demi mengantisipasi gejolak harga jagung jelang masa paceklik pada awal 2020.
Importasi jagung dianggap bisa menjadi solusi mengingat stok jagung kualitas pipil kering diperkirakan menipis seiring target produksi yang tak tercapai.
Ketua Dewan Jagung Nasional Bidang Riset dan Teknologi Tony Kristianto memperkirakan produksi jagung tahun ini hanya berkisar di angka 12 juta ton dengan kebutuhan pabrik pakan sekitar 8 juta ton dan peternak mandiri 3 juta ton.
Dengan masa tanam yang kemungkinan baru bisa dimulai pada Desember sebagai akibat dari kemarau yang lebih panjang, Tony menyebutkan pasokan jagung akan sangat minim selama Desember sampai Februari.
"Situasinya tidak menguntungkan. Kita mungkin baru bisa tanam pada bulan Desember dan panen pada Maret. Saya khawatir ada kekosongan stok selama Desember sampai Februari. Nyaris tidak ada suplai atau kurang dibanding kebutuhannya. Padahal, kita tidak punya banyak stok," ujarnya kepada Bisnis, Senin (4/11/2019).
Adapun produksi jagung yang tak beranjak dari angka 12 juta ton dinilai turut dipengaruhi oleh kualitas benih bantuan yang didistribusikan oleh Kementerian Pertanian.
Tony menyebutkan produktivitas benih yang disalurkan oleh Kementan berada di kisaran 2,5–3 ton per hektare (ha). Dengan asumsi luas tanam yang berjumlah 3 sampai 3,5 juta ha, dia mengatakan kontribusi produksi jagung hasil benih bantuan maksimal hanya mencapai 10,5 juta ton.
Kondisi ini jauh berbeda dengan benih kualitas premium yang diproduksi perusahaan swasta. Tony mengatakan produktivitasnya bisa mencapai 7 juta ton per ha.
Sumber: Bisnis