Ekonomi hijau (green economy) merupakan program yang dikembangkan untuk menciptakan sistem ekonomi baru yang berupaya mengurangi masalah lingkungan. Masalah-masalah lingkungan yang kita hadapi saat ini seperti pemanasan global, pencemaran air dan udara, dan perubahan iklim yang ekstrim sangat dipengaruhi oleh kebijakan pembangunan yang tidak ramah lingkungan dan eksploitasi sumber daya oleh para pelaku ekonomi (Lako, A., 2015).
Ekonomi sirkular (circular economy) adalah sebuah alternatif untuk ekonomi linier tradisional (buat, gunakan, buang) dimana kita menjaga agar sumber daya dapat dipakai selama mungkin dan menciptakan kembali produk baru yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi (Putri, A., et al., 2022). Salah satu contoh implementasi dari ekonomi sirkular adalah pengolahan limbah. Dalam lingkup pertanian, produksi limbah pertanian terbesar adalah jerami padi yaitu sebesar 85,81% (Irianto, IK, 2015). Berdasarkan penelitian, 1 ton pembakaran jerami padi melepaskan 3 kg partikulat (Particulate Matter), 60 kg CO, 1.460 kg CO₂, 199 kg abu, dan 2 kg SO₂, maka dari itu praktik pembakaran jerami padi yang dilakukan oleh para petani menjadi sumber emisi karbon yang sangat signifikan hingga mempengaruhi kualitas udara (Nengah, M., 2021; Chandra, R., et al., 2017).
Ketersediaan jerami padi yang besar dapat kita jadikan keuntungan dengan memanfaatkannya kembali menjadi bahan baku energi terbarukan. Kandungan karbohidrat dalam jerami padi dapat menghasilkan biogas yang memiliki bermacam-macam kegunaan. Biogas muncul sebagai sumber energi hijau yang menjanjikan dan memiliki potensi besar untuk menggantikan sumber energi berbasis bahan bakar fosil di masa depan (Rathour, R.K., et al., 2023; Haque, S., et al., 2024).
Biogas adalah senyawa gas yang dihasilkan dari fermentasi biomassa. Komposisi biogas terdiri dari 50-70% metana, 30-50% karbon dioksida, dan gas-gas lainnya yang jejaknya tergantung pada sifat biomassa. Berdasarkan penelitian-penelitian yang ada, biogas umumnya dihasilkan melalui digestasi anaerob (anaerobic digestion). Digestasi anaerob mengurai senyawa karbohidrat menjadi bentuk yang lebih kecil dalam keadaan kedap udara (tanpa oksigen) dengan bantuan mikroorganisme. Alat yang digunakan untuk menjalankan proses digestasi anaerobik disebut sebagai anaerobic digester (biodigester) (Chandra, R., et al., 2017).
Jerami padi terdiri dari selulosa (32–47%), hemiselulosa (19–27%), dan lignin (5–24%). Jerami padi juga mengandung ~75% SiO2. Pada produksi biogas, polimer hemiselulosa dan selulosa menjadi komponen utama dalam proses AD karena kaya akan monomer gula. Secara singkat, proses AD (anaerobic digestion) dibagi menjadi 3 tahap yaitu hidrolisis, pengasaman, dan metanogenesis (Kigozi, R., et al, 2014). Agar produksi biogas maksimal, pretreatment dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan menghilangkan senyawa penghambat seperti lignin dan silikon sehingga mikroorganisme lebih mudah mengurai selulosa dan hemiselulosa. Beberapa jenis pretreatment yang dapat digunakan:
Optimasi proses digestasi anaerob dilakukan dengan memperhatikan beberapa faktor yaitu:
1. Kondisi pH netral yaitu antara 7 dan 8.5
2. Temperatur optimum 35°C
3. Kandungan biomassa yang kaya akan karbon dan nutrisi bagi mikroorganisme
4. Rasio karbon dan nitrogen (C/N) antara 20-30
5. Ukuran partikel yang kecil
Jawa Timur, provinsi yang memiliki budidaya padi terbesar di Indonesia, dapat menjadi lokasi utama untuk pengembangan biogas berbasis jerami padi. Biogas yang dihasilkan lalu dapat dimanfaatkan kembali misalnya bahan bakar transportasi pengganti minyak bumi, pengganti LPG untuk memasak, dan juga sumber energi listrik. Hal ini akan sejalan dengan prinsip circular economy dan green economy yang pemerintah tetapkan. Inovasi bahan dasar jerami padi menjadi biogas di Indonesia tentunya memiliki keunggulan sekaligus kelemahan