BLORA,– Bupati Blora Arief Rohman rela ikut ngedos. Pada panen perdana padi organik bersama para petani di Desa Mendenrejo, Kecamatan Kradenan kemarin. Padi organik ini merupakan hasil binaan Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU).
Panen perdana berada di area persawahan milik Kepala Desa Mendenrejo Supari. Dia merupakan salah satu demplot pertanian organik di Kecamatan Kradenan. ”Kami sangat mengapresiasi dan mendukung penuh upaya pengembangan pertanian organik ini,” ucap bupati.
Nantinya, pihaknya akan mengumpulkan seluruh penyuluh pertanian dari dinas terkait. Agar bisa ikut fokus memberi pendampingan pertanian organik secara masif bersama LPPNU dan MWCNU di 16 kecamatan se-Blora.
Menurutnya, hasil pertanian organik ini bagus dan menyehatkan. Dari segi harga jual juga lebih tinggi dibanding hasil pertanian konvensional. Yang mana konvensional memiliki ketergantungan pada pupuk kimia.
”Tanah sawah kita kembali sehat alami, hasilnya juga bagus. Juga bebas pupuk kimia dan menyehatkan. Hasilnya juga lebih banyak dengan rasa yang lebih enak. Nanti akan kita coba,” tambahnya.
Ke depan, Mas Arief -sapaan akrab- Arief Rohman akan membentuk kelompok petani organik tingkat kabupaten. Mereka bertugas mengoordinasi hasil pertanian organik. Tujuannya agar hasil panen bisa dikemas dan disertifikatkan. Sehingga dapat menembus pasar ekspor.
”Sampelnya akan kita kirim juga ke pusat. Semoga nanti bisa dibantu untuk memasarkan beras organik kita,” terangnya.
Ketua PCNU Kabupaten Blora Muhammad Fatah menerangkan, pengembangan pertanian organik bersama LPPNU berawal dari Kecamatan Kedungtuban. Tepatnya Desa Bajo yang telah lebih dahulu menanam padi organik
November tahun kemarin sudah panen perdana di Desa Bajo. Setelah berhasil, dikembangkan di kecamatan lain. Seperti di Kradenan. ”Alhamdulillah antuiasnya bagus. Ada 14 demplot padi organik di Kradenan ini, total luasan sekitar enam hektare. Salah satunya yang dipanen Bapak bupati ini,” terangnya.
Pihaknya juga siap untuk membantu pengembangan hingga di 16 kecamatan. Saat ini yang sudah melakukan selain Kedungtuban dan Kradenan, ada Sambong, Cepu, dan Banjarejo. ”Ke depan akan kita coba di Blora bagian barat. Seperti Kunduran, Ngawen, Todanan, dan sekitarnya,” sambungnya.
Dengan pertanian organik ini, menurutnya akan mengurangi ketergantungan petani pada pupuk kimia yang sudah bertahun-tahun merusak unsur hara tanah. Untuk panen perdana, memang hasilnya belum signifikan. Karena tanah masih dalam proses pemulihan dari dampak pemupukan kimia ke organik.
Jika sudah tiga kali panen maka hasilnya akan lebih maksimal. Dan ketika tanah semakin normal atau bersih dari unsur kimia, hanya dengan pupuk organik sedikit hasilnya akan maksimal.
Kades Mendenrejo Supari yang juga pelaku pertanian organik mengaku cukup was-was ketika pertama kali menanam padi itu. Karena takut gagal. ”Namun karena bimbingan LPPNU akhirnya kita berhasil. Kami berharap akan lebih banyak lagi masyarakat yang beralih ke pertanian organik,” paparnya.
Adapun Tri Wahyudi, salah satu warga Kradenan mengaku ada peningkatan hasil panen dari pertanian konvensional ke pertanian organik. Pertanian konvensional dengan pupuk kimia biasanya per hektare menghasilkan gabah enam sampai tujuh ton.
Sedangkan pertanian organik ini bisa mencapai kurang lebih delapan ton. Bahkan lebih jika tanahnya benar-benar kembali subur bebas dari unsur kimia. ”Yang ditanam ada Inpari 32 dan Sertani. Berasnya juga enak, pulen, harga jual lebih menguntungkan,” terangnya.
Sumber: Radar Kudus