RILIS.ID, Jakarta— Wabah Corona virus (COVID-19), sudah memasuki bulan ketiga di Indonesia sejak ditemukan kasus pertama pada awal Maret 2020. Penyebaran COVID-19 sangat cepat baik dari segi waktu dan lokasi dan telah berdampak luas pada berbagai sektor, tak terkecuali sektor pertanian. Food and Agriculture Organization (FAO) memperingatkan akan terjadi kelangkaan dan darurat pangan di tengah pandemi COVID-19, terlebih memasuki musim kemarau.
PERHIMPI (Perhimpunan Meterologi Pertanian Indonesia), pada Jumat 15 Mei 2020 mengadakan webinars dengan tema Dinamika Iklim dan Stabilitas Pangan Saat Pandemi COVID-19. Sebagai salah satu organisasi masyarakat profesional yang bersifat lintas disiplin dalam bidang pengembangan dan pemanfaatan cuaca dan iklim di Indonesia, memandang perlu untuk menghimpun ide atau gagasan guna mengantisipasi dinamika iklim untuk kestabilan pangan pada saat pandemic COVID-19 ini.
Ketua Umum PERHIMPI, Dr. Fajdry Djufry, MS dalam Keynote Speechnya menyampaikan, meskipun gangguan terhadap produksi pangan dan pertanian belum terlihat secara nyata di lapangan karena panen dimana-mana dan logistik pangan masih bisa terpenuhi. Namun berbagai analisis menyebutkan bahwa penyebaran COVID-19 akan berdampak pada terganggunya pasokan pangan dan kenaikan harga pangan di wilayah terdampak. Penurunan produktivitas kerja, dan kehilangan kesempatan kerja, ungkapnya.
“FAO sudah warning tentang akan adanya krisis pangan di 11 negara setelah pandemik Covid-19. Walaupun Indonesia tidak masuk dalam 11 negara tersebut, namun kita harus menganitisipasinya dengan menjaga stabilitas pangan,”tutur Fadjry menambahkan.
Hasil prakiraan sifat musim yang dikeluarkan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa awal Musim Kemarau (MK) 2020 bervariasi mulai April - Juli dengan puncak MK terjadi pada Agustus 2020. MK 2020 secara umum diprediksi lebih basah dari musim kemarau 2019. Prakiraan BMKG menyebutkan bahwa 70 persen wilayah Indonesia mengalami musim kering normal dan ada sekitar 30 persen Zona Musim (ZOM) yang diprediksi akan mengalami kemarau lebih kering dari normalnya.
PERHIMPI bersama dengan Balitbangtan, IPB dan LAPAN menganalisis sekitar 300 ribu haktar yang tersebar di 10 provinsi (Banten, Jabar, Jateng, Jatim, Kalsel, Lampung, Sulbar, Sulsel, Sultra dan Sumsel) diperkirakan menghadapi hujan bawah normal hingga Agustus 2020. Luas yang terbesar ialah di bagian Selatan Jawa Barat dan bagian Barat Sulawesi Selatan dan Lampung.
"Oleh karenanya, wilayah ini yang perlu mendapat prioritas terkait dengan ketersediaan air pada MK 2020 ini," jelas Fadjry lagi.
Lebih lanjut Dr. Fajdry Djufry menyatakan bahwa untuk musim tanam kedua dalam menjaga keamanan stok beras, ditargetkan seluas 5,6 juta hektar sawah akan ditanami.
“Kementerian Pertanian harus memiliki terobosan untuk meminimalkan dampak curah hujan di bawah normal pada wilayah tersebut, di antara melalui penggunaan benih tahan kering, penyimpanan air hujan dengan embung, pemanfaatan waduk, percepatan tanam dan optimalisasi pemanfaatan sarana produksi pertanian serta manajemen pengelolaan stok. Potensi lahan basah dapat dimanfaatkan, terutama lahan rawa lebak yang dapat berproduksi di saat musim kemarau,” lanjutnya lagi.
Di sisi lain, analisis PERHIMPI terhadap hasil pengkinian prakiraan BMKG yang dikeluarkan bulan Mei menunjukkan bahwa pada beberapa wilayah pusat produksi pertanian lain, prakiraan hujan musim kemarau (sampai Agustus) justru akan di atas normal (kemarau basah) diantaranya di Pantai Utara Jawa Barat, Sumatera Selatan dan bagian Barat dan Selatan Lampung yang merupakan wilayah andalan pengembangan pangan. Potensi peningkatan indek pertanaman dapat dilakukan di wilayah ini untuk meningkatkan produksi pangan musim kemarau 2020.
Hal ini juga disampaikan oleh Haris Syahbuddin, selaku Sekretaris Jenderal PERHIMPI dan juga Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan dalam paparannya secara daring dalam webinar tersebut.
Webinar PERHIMPI yang diikuti oleh 350 peserta mengingatkan dengan memperhatikan perkembangan prakiraan musim kemarau 2020, apabila antisipasi dapat dilakukan dengan baik, stok pangan diperkirakan akan aman. Masalah yang perlu mendapat perhatian ialah masalah akses pangan (distribusi dan logistik) mengingat adanya PSBB di beberapa wilayah. PERHIMPI akan memberikan masukan secara khusus kepada Kementerian Pertanian untuk menyikapi dan mengantisipasi kondisi musim kemarau 2020 untuk menjaga stabilitas pangan pada masa Pendemi COVID-19 ini. Kurang cermatnya antisipasi masalah pangan pada MK 2020 diperkirakan dapat berdampak pada meningkatnya risiko penularan COVID-19, khususnya di wilayah yang akan mengalami kesulitan akses pangan.
"Sulitnya akses pangan dapat menganggu kesehatan masyarakat sehingga menjadi lebih rentan untuk tertular penyakit," ungkap Haris.
Webinar ini juga menghadirkan narasumber Dr. NLP Indi Dharmayanti (Peneliti Ahli Utama) yang menyampaikan materi tentang Iklim, dinamika biologi dan ancaman COVID-19 serta Dr. Yenni Herdiyeni dari IPB University tentang Model hubungan Iklim, COVID-19 dan prospek pertanian. Rencanaya Webinar Perhimpi seri-2 akan dilaksanakan pada awal Juni 2020.
Sumber: RILIS.ID