TEMPO.CO, Jakarta - Kenaikan harga pakan jagung beberapa waktu lalu telah memicu protes dari peternak. Peneliti menilai kenaikan ini tak lepas dari masalah yang terjadi di lokasi sentra produksi.
"Sentra produksi tidak terhubung dengan sentra industri (pakan jagung), terserak," kata peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development, INDEF Dhenny Yuartha dalam diskusi online, Ahad, 10 Oktober 2021.
Menurut dia, produksi jagung memang surplus. Akan tetapi, kata dia, sulit untuk mendeteksi di mana saja sentra produksi yang mengalami surplus. "Serta apakah sudah memenuhi demand dari industri," ujarnya.
Selain itu, Dhenny menyebut belum diketahui berapa banyak akhirnya surplus jagung ini yang digunakan untuk pangan dan pakan. Ia menyebut data mengenai kondisi ini masih belum tersedia.
Persoalan terkait pakan jagung ini mulanya mencuat kata Suroto, seorang peternak ayam di Blitar, Jawa Timur, protes harga pakan jagung untuk ternak yang naik. Ia membentangkan poster saat Jokowi kunjungan ke daerahnya pada 9 September 2021.
Suroto sempat ditahan polisi, sebelum akhirnya dilepas. Pada 15 September 2021, Jokowi mengundang Suroto ke Istana, bersama perkumpulan peternak lainnya. Di hari yang sama, Jokowi memerintahkan agar harga pakan jagung bagi peternak bisa turun jadi Rp 4.500.
Di sisi lain, Dhenny menyebut kenaikan harga jagung sebenarnya juga terjadi di skala global. Ia mengutip data indeks harga pangan dunia yang diterbitkan FooD and Agriculture Organization (FAO). "Sejak tahun kemarin, ada tren kenaikan yang cukup signifikan," kata dia.
Kenaikan terbesar, kata dia, disumbang oleh komoditas serelia tau biji-bijian yang di dalamnya termasuk jagung. Salah satunya penyebabnya karena ada prospek penurunan produksi, terutama di negara supplier utama jagung di dunia seperti Brasil.
Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development (INDEF) lainnya, Mirah Midadan, juga melihat persoalan kenaikan harga pakan jagung ada di sentra produksi. "(Lokasi) sentra produksi jagung ini terlalu menyebar," kata dia.
Padahal, Mirah mencatat produksi jagung sebenarnya turun mengalami kenaikan. Kondisi ini ditandai dengan indesk produksi jagung yang terus naik dari 2016 sampai 2020. "Jadi produksi jagung mostly masih meningkat, ini hal yang bagus," kata dia.
Kementerian Pertanian juga diketahui beberapa kali memberi penjelasan pasca Suroto bertemu Jokowi. Direktur Serelia Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Moh. Ismail Wahab menyebut menegaskan data stok jagung di lapangan saat ini mencapai 2,3 juta ton.
“Masalahnya saat ini bukan produksi, namun distribusi jagung ke peternak yang terhambat. Kami punya data stok, silahkan tanya kami bila ingin menyelesaikan perkara jagung peternak mandiri,” tutur Ismail.
Ismail mengakui bahwa memang ada kecenderungan pabrik pakan besar dan pengepul untuk menyimpan jagung dalam jumlah besar. Menurut dia siuasi ini terjadi karena adanya kekhawatiran supply jagung untuk produksi pakan terganggu, dan kondisi harga jagung pasar dunia juga sedang tinggi.
“Harga jagung di petani masih tinggi, karena pabrik juga masih berani membeli tinggi. Sementara harga pasar dunia naik 30 persen. Saya kira regulator harga jagung harus melakukan intervensi aktif. Kasihan peternak mandiri kita,” katanya.
Sumber: TEMPO