Jakarta - Pemerintah perlu menjaga nilai tukar petani (NTP) agar tidak anjlok, seperti yang terjadi dalam dua bulan terakhir hingga April lalu. Beragam upaya bisa ditempuh seperti halnya mendorong ekspor dan mengefektifkan bantuan pertanian. Bila pemerintah tidak segera bersikap, pendapatan petani dikhawatirkan tidak akan segera naik.
Peneliti Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bima Yudhistira menyebutkan penurunan NTP selain karena panen raya juga karena penurunan harga komoditas pertanian, khususnya minyak kelapa sawit dan karet. Ekspor crude palm oil (CPO) pada Maret turun 17 persen secara year on year akibat naiknya bea masuk impor di beberapa negara khususnya India.
"Cara mengatasinya dengan mendorong kinerja ekspor komoditas pertanian, dan dorong efektifitas bantuan pertanian. Apabila pemerintah tidak segera bereaksi maka NTP tetap akan turun sehingga petani tidak akan bisa sejahtera," tegas Bima di Jakarta, Kamis (3/5).
Terkait dengan bantuan pertanian, menurut Bima, ini juga menjadi penentu menurunnya NTP petani. Pada subsidi benih misalnya persoalannya sangat kompleks, tidak tepat waktu. Demikian pula dengan kualitas dan varietasnya yang tidak sesuai dengan kebutuhan petani.
Untuk itu bagi Bima, seperti apapun model bantuan yang diberikan ke petani yang perlu diperkuat ialah basis data serta instrument penyaluran dan pengawasannya. Kementerian Pertanian (Kementan) perlu menggandeng Badan Pusat Statistik (BPS) untuk memperbaiki datanya.
Seperti diketahui, BPS melaporkan NTP mencapai 101,61 pada April 2018 atau turun 0,32 persen bila dibanding NTP sebesar 101,94 di akhir Maret 2018. Penurunan dipengaruhi panen raya.
NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan.
Belum Optimal
Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso menilai pemerintah belum secara optimal memperkuat sisi produksi. Padahal, pemerintah punya sumber daya cukup untuk mengatisipasi penurunan NTP, hanya tidak optimal dilakukan.
Sutarto mengakui penuruan NTP pada dua bulan terakhir disebabkan oleh dimulainya panen raya di beberapa wilayah. Banyaknya stok gabah dan beras memberi dampak terhadap penurunan NTP.
Sumber: Koran Jakarta