InfoSAWIT, JAKARTA - Guna mengendalikan hama tikus yang berdampak pada penurunan produktivitas kelapa sawit, salah satunya menggunakan agen hayati, burung hantu. Selain ramah lingkungan juga mengurangi penggunaan bahan kimia di perkebunan kelapa sawit.
Tikus merupakan hewan pengerat dan sebagai hama utama pada tanaman kelapa sawit karena dapat menyebabkan penurunan produksi, baik kualitas maupun kuantitas buah yang dihasilkan pada tanaman menghasilkan serta dapat menyebabkan kematian pada tanaman belum menghasilkan. Pada tanaman muda, tikus memakan bonggol hingga tanaman mati sedangkan pada tanaman menghasilkan tikus memakan bunga jantan serta tandan buah segar sehingga dapat menurunkan produksi dan meningkatnya kandungan FFA (Free Fatty Acid) atau menurunnya kualitas CPO (Crude Palm Oil). (Rajagukguk, B. 2014)
Umumnya dalam penanganan serangan hama tikus dilakukan pengendalian secara kimia, menggunakan rodentisida sistem campain baik antikoagulan generasi 1 maupun antikoagulan generasi 2. Namun dalam proses pengendalian hama tikus secara kimiawi belum memberikan hasil yang memuaskan, baik dari penurunan intensitas serangan hama tikus secara signifikan maupun biaya pengendalian yang dikeluarkan, serta dampak lingkungan yang terjadi.
Pengendalian secara biologi merupakan alternatif pengendalian yang berkesinambungan serta ramah lingkungan. Secara jangka panjang, biaya pengendalian yang digunakan jauh lebih efisien dibanding pengendalian secara kimiawi. Beberapa metode pengendalian hama tikus secara biologi telah di jalankan dibeberapa perusahaan seperti pelepasan ular kobra, namun kegiatan tersebut berdampak terhadap keselamatan kerja karyawan, maka dilaksanakan kegiatan pengembangan burung hantu (Tyto alba) sebagai alternatif pengendalian yang ramah lingkungan serta berkelanjutan guna penurunan intensitas serangan hama tikus di lapangan. (Sipayung, A. 1990).
Burung hantu (Tyto alba) dipilih karena memiliki sifat yang mendukung dalam penanganan hama tikus di perkebunan kelapa sawit yang merupakan hewan nocturnal (aktif di malam hari ) dimana 99% makanannya adalah tikus dan 1% adalah serangga, Tyto alba memiliki sifat berburu yang sangat baik, mampu memangsa tikus 2 sampai dengan 5 ekor setiap harinya dan memiliki kemampuan membunuh mangsanya melebihi kebutuhannya (Setiawan 2004).
Perlu perhatian yang mendalam dalam pengembangan Tyto alba di perkebunan kelapa sawit meliputi penyediaan Gupon, monitoring rutin, pengelolaan penangkaran Tyto alba serta pola penyebaran yang dikerjakan berdasarkan sifat Tyto alba. Pengembangan Tyto alba di PT. Salonok Ladang Mas (USTP Group) telah di mulai sejak akhir 2013 sampai dengan saat ini dengan tujuan untuk mengendalikan hama tikus secara intensif dan berkelanjutan. Pola-pola pengembangan Tyto alba yang telah dilaksanakan di PT. SLM memberikan hasil yang memuaskan, keberhasilan ini dicapai karena komitmen dari Top managemen PT. SLM serta dukungan yang penuh dari pihak kebun dan kerja sama yang baik antara pihak Afdeling dengan Team penanggulangan Hama dan Penyakit Tanaman (HPT).
Pemanfaatan Kandang Penangkaran
Kandang penangkaran yang digunakan di PT. Salonok Ladang Mas memiliki ukuran lebar 5 meter dan panjang 4 meter, serta tinggi 4 meter, serta kandang dalam yang berbentuk seperti kandang ayam dengan ukuran lebar 2,5 meter dan panjang 1 meter dan tinggi 50 cm. Kandang dalam berfungsi sebagai tempat istirahat dan rumah Tyto alba. Kandang luar memiliki fungsi sebagai media pengembangan anakan Tyto alba, dan berfungsi sebagai kandang pemikat, dimana Tyto alba memiliki sifat untuk berkumpul di sore hari sebelum melakukan pemburuan tikus, dimana anakan Tyto alba yang berada di dalam penangkaran akan mengeluarkan suara khas di sore hari untuk memanggil burung hantu lainnya untuk berkumpul.
Pengembangan burung hantu dengan menggunakan kandang penangkaran memiliki multifungsi, dimana dapat berperan sebagai media pengembangan anakan Tyto alba serta berfungsi sebagai kandang pemikat Tyto alba lokal yang sudah ada di dalam kawasan dengan memanfaatkan sifat alami Tyto alba yang akan berkumpul di malam hari. Setiap lokasi kandang penangkaran dijadikan sebagai sentral pengembangan burung hantu dimana di sekeliling kandang penangkaran akan dipasang gupon dengan rasio 1 unit gupon untuk 25 ha.
Untuk tahap awal akan di introduksi Tyto alba di sekitaran penangkaran kemudian dikurung selama 2 minggu serta di beri makan tikus hidup yang telah dipotong kakinya, hal ini bertujuan agar Tyto alba yang diintroduksi dapat mengenali guponnya dan Tyto alba tersebut akan melakukan pemburuan di sekitar penangkaran karena sebelum melakukan pemburuan Tyto alba akan berkumpul di kandang penangkaran. Pemberian tikus hidup bertujuan agar naluri berburu Tyto alba tetap stabil walau telah ada campur tangan manusia dalam pengembangannya.
Metode ini memberikan hasil yang positif dalam pembentukan koloni Tyto alba pada cakupan luasan yang kecil ( Afdeling), dalam kurun waktu 3 bulan 6 dari 10 gupon yang terpasang telah dihuni Tyto alba dan 2 diantaranya telah produktif. Tahap selanjutnya yaitu proses evakuasi anakan yang telah berumur 2 bulan (8 minggu) untuk ditangkarkan dan di latih hingga anakan Tyto alba dapat diintroduksi pada gupon-gupon yang belum aktif. Hal yang perlu diperhatikan meliputi, penyediaan pakan Tyto alba serta pelatihan terbang oleh petugas penangkaran agar Tyto alba yang akan di introduksi ke gupon memiliki kualitas yang baik.
Sistem Monitoring (Deteksi Rutin)
Dalam pelaksanaan monitoring perkembangan Tyto alba dilaksanakan dua minggu sekali yang meliputi pengamatan kondisi aktif maupun tidak aktif, pengamatan jumlah telur serta pengamatan kondisi anakan, dari hasil pengamatan tersebut maka di PT. SLM kondisi gupon di kategorikan menjadi tiga yaitu: Gupon Tidak Aktif , Gupon Aktif dan Gupon Produktif.
Proses Introduksi
Dalam pengembangan Tyto alba perlu adanya kegiatan introduksi karena dalam pengembangan Tyto alba adanya campur tangan manusia sangat membantu dalam penyebaran Tyto alba tersebut. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan Tyto alba meliputi persiapan gupon di setiap blok serta pola pengembangan yang direncanakan sejak awal, agar kegiatan introduksi Tyto alba terkontrol dan sistematis.
Untuk tahap awal pola penyebaran yang telah di kerjakan dinilai efektif dalam pengembangan Tyto alba. Hal ini terbukti dimana 3 bulan pasca kegiatan introduksi 6 gupon dari 10 gupon yang telah ditegakkan dihuni oleh Tyto alba dan ada 2 gupon yang telah Produktif dan terus berkembang sampai dengan saat ini yaitu dalam kurun waktu 3 tahun (November 2013 s/d Mei 2016) jumlah gupon di PT. SLM telah berjumlah 525 unit dengan jumlah gupon aktif mencapai 407 unit dan telah menyebar merata di setiap Afdeling yang ada.
Sejak bulan Mei 2015 sampai dengan saat ini kegiatan aplikasi rodentisida telah di hentikan secara total dan pengendalian hama tikus lebih difokuskan dengan pemasangan perangkap, kegiatan gropyokan tikus serta pemburuan tikus yang mana hasil tangkapan akan digunakan untuk pakan Tyto alba di penangkaran serta sebagai metode pengendalian hama tikus yang berbasis lingkungan dan berkesinambungan
Sumber: InfoSAWIT