JawaPos.com – Semangat untuk menggelorakan diversifikasi pangan harus didukung. Sebab, ketergantungan pada beras dinilai dapat mengerek inflasi.
Meski memang tidak akan mudah mengubah pola konsumsi. Mengingat 94 persen masyarakat Indonesia mengkonsumsi karbohidrat yang berasal dari beras.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebut, diversifikasi pangan patut dipercepat, khususnya di Indonesia timur. Termasuk subsidi tepat sasaran dan pendataan yang valid sehingga peluang dan potensi produksi pangan alternatif bisa dipetakan dengan baik.
Di tengah situasi tidak pasti seperti pandemi Covid-19 saat ini, Bhima menilai bahwa diversifikasi pangan menjadi strategi yang baik. Apalagi, ke depan ada ancaman krisis pangan.
Diketahui, beberapa negara eksportir pangan, khususnya beras, saat ini terpantau cenderung melakukan proteksionisme dengan mengurangi ekspor pangan ke negara lain. ”Tanpa diversifikasi pangan selain beras, ketahanan pangan sangat rentan,” tambahnya.
Diversifikasi pangan juga dinilai perlu dilakukan mengingat kondisi produksi beras yang terus menurun beberapa tahun terakhir. Sepanjang 2019, produksi beras hanya menyentuh angka 31,31 juta ton, lebih rendah 2,63 juta ton atau setara 7,75 persen dari tahun 2018 yang menyentuh 33,94 juta ton. ”Untungnya kebutuhan beras hanya 29,6 juta ton per tahun sehingga ada surplus 4,37 juta ton di 2018 dan 1,53 juta ton di 2019,” ujar Kepala BPS Suhariyanto.
Turunnya produksi beras pada 2019 dipengaruhi oleh anjloknya produksi padi. Menurut BPS, pada tahun itu data produksi padi Indonesia diperkirakan hanya 54,60 juta ton gabah kering giling (GKG). Nilai ini turun 4,6 juta ton atau setara 7,76 persen dari perkiraan 2018 di kisaran 59,2 juta ton GKG. “Secara keseluruhan, produksi padi di 2019 lebih rendah dibanding 2018,” ucap Suhariyanto.
Di lain pihak, Kementan mengaku terus mendorong pemerintah daerah mengembangkan potensi sumber pangan lokal dan mengajak masyarakat agar mengubah pola pikir bahwa beras atau nasi bukan satu-satunya sumber karbohidrat.
”Kita memetakan sasaran lokasi pengembangan pangan lokal, dan juga action plan yang mencakup ketersediaan bahan baku, aksesibilitas, hingga pemanfaatannya,” ujar Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan Agung Hendriadi
Berdasarkan pemetaaan tersebut, terdapat enam komoditas pangan lokal sumber karbohidrat yang potensial dikembangkan. Mereka adalah singkong, talas, sagu, kentang, pisang, dan jagung.
Upaya diversifikasi pangan lokal ini ditargetkan menurunkan konsumsi beras dari 94,9 kg per kapita per tahun menjadi 85 kg per kapita per tahun pada tahun 2024. Selain itu, upaya ini diharapkan dapat menumbuhkan UMKM pangan sebagai penyedia pangan lokal.
Sumber: JawaPos