Jagung kembali menjadi isu panas yang terus berulang sejak lima tahun terakhir. Persoalannya juga tidak bergeser: data produksi yang tidak sinkron dengan fakta harga di lapangan. Kementerian Pertanian selalu menyebut produksi jagung melimpah. Tahun 2021 ini saja, produksi jagung pipilan kering (JPK) dengan kadar air 27% diperkirakan mencapai 25,3 juta ton atau 18,7 juta ton dengan kadar air 14%. Sementara kebutuhan ditaksir hanya 16,3 juta ton atau terjadi surplus sekitar 2,4 juta ton.
Namun, surplus tidak tercermin di tingkat harga. Peternak rakyat mandiri menjerit karena harga jagung terbang di atas harga acuan pembelian (HAP) di tingkat konsumen — yang ditetapkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 07 Tahun 2020 sebesar Rp4.500/kg. Berdasarkan data Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, harga rata-rata JPK masih di bawah HAP pada Januari-Februari 2021, namun sudah di atas Rp4.500/kg mulai Maret dan terus bergerak naik sampai pada puncaknya September di posisi Rp5.783/kg.
Dari sini, polemik terjadi. Kubu Kementan menyebut mahalnya harga jagung karena ada disparitas harga antara HAP dengan harga pasar, sementara pasok jagung tersedia sampai 2,3 juta ton. Kubu Kemendag tak kalah lantang membantah. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi bahkan sampai mempertanyakan jika memang jagung ada, mungkinkah harga meroket.
Polemik ini menyeret masuk Bulog untuk menjadi pemadam kebakaran menstabilkan harga. Sayangnya, Bulog tidak punya stok sebutir jagung pun. Padahal, mereka ditugaskan menyalurkan 30.000 ton jagung sesuai hasil Rakortas. Itu sebabnya, Bulog kembali menyuarakan perlunya pembentukan cadangan jagung pemerintah (CJP) seperti yang terjadi pada komoditi beras dengan adanya cadangan beras pemerintah (CBP). “Karena jagung sifatnya fluktuatif, saat panen raya harga jatuh dan paceklik harga tinggi, maka Bulog harus punya cadangan,” ujar Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Mokhamad Suyamto dalam sebuah webinar, Kamis (30/9/2021).
Pembentukan CJP mendapat dukungan dari Kemendag. “Untuk jagung memang sangat diperlukan pembentukan cadangan jagung pemerintah. Selama ini kita hanya bicara cadangan nasional jagung, yang jelas berbeda dengan CJP,” ujar Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan di acara yang sama. Jika Bulog punya CJP, katanya, setiap saat bisa melakukan intervensi jika harga melambung.
CJP juga penting karena kebutuhan jagung untuk industri dan peternak mencapai 859.500 ton/bulan atau 10,3 juta ton/tahun. Dari jumlah itu, kebutuhan jagung peternak rakyat mandiri (layer) mencapai 72.000 ton/bulan atau 864.000 ton/tahun. Apalagi, masih ada unggas pedaging (broiler) yang juga membutuhkan jagung untuk pakan. Jadi, tinggal menentukan berapa besaran CJP yang pas untuk mencegah ritual tahunan amuk harga jagung.
Sumber: AgroIndonesia