Jakarta, CNBC Indonesia - Total luas lahan panen dan produksi gabah kering giling untuk tahun ini diperkirakan meningkat dibanding tahun lalu. Artinya secara perkiraan sektor produksi padi tahun ini masih positif.
Namun ada hal yang masih perlu dicermati baik oleh pemerintah maupun petani, yakni masalah fenomena iklim La Nina. La Nina bisa saja mengacak-acak semua proyeksi positif tersebut.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan luas lahan panen selama sembilan bulan terakhir mencapai 9,01 juta hektare. Lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu yang seluas 9,28 juta hektare.
Namun untuk periode Oktober-Desember tahun ini, luas lahan panen diproyeksikan mencapai 1,78 juta hektare atau naik dari periode yang sama tahun lalu sebesar 1,4 juta hektare. Secara total tahun ini luas lahan panen bakal mencapai 10,79 juta hektare atau naik 1,02% dibanding tahun lalu.
Total Luas Panen (Juta Ha)
Lebih lanjut, total produksi gabah kering giling untuk periode Januari-September 2020 mencapai 45,43 juta ton. Lebih rendah 3,2% (yoy) dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 46,93 juta ton.
Untuk tahun 2020 total produksi gabah kering giling diperkirakan mencapai 55,14 juta ton atau naik 1,08% (yoy) dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 54,55 juta ton.
Padi merupakan komoditas pangan yang bisa dipanen sepanjang tahun. Namun karena adanya faktor musim dan juga fenomena iklim yang mempengaruhi ketersediaan air maka produksinya akan berbeda-beda sepanjang tahun.
Akhir tahun yang dimulai pada November biasanya menjadi periode tanam padi oleh para petani di Tanah Air. Periode panen biasanya dihitung 3-4 bulan pasca bulan tanam. Artinya panen periode tanam November baru akan terlaksana di bulan Februari 2021.
Mulai dari Februari-Juni biasanya akan menjadi periode panen raya di Indonesia yang ditandai dengan tingginya produksi gabah kering giling. Puncaknya biasanya terjadi di bulan Maret-April jika berkaca secara historis.
Produksi Gabah Kering Giling (Juta Ton)
Namun adanya fenomena perubahan iklim La Nina perlu diwaspadai oleh pemerintah maupun petani. La Nina merupakan fenomena perubahan iklim yang menyebabkan curah hujan yang lebih tinggi bahkan bisa sampai 40% dari curah hujan normal.
Konsekuensi tingginya curah hujan ini berpotensi menghasilkan bencana hidro-meteorologis seperti banjir dan tanah longsor. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah memberikan warning bahwa La Nina mulai terjadi di Indonesia sejak Oktober.
Fenomena peningkatan curah hujan bulanan akibat La Nina ini akan terjadi di hampir seluruh wilayah Tanah Air kecuali Sumatera pada Oktober-Desember. Baru mulai Desember sampai Februari sebagai puncaknya hujan lebat berpotensi mendera Indonesia bagian timur seperti di Kalimantan bagian timur, Sulawesi, Maluku-Maluku Utara dan Papua.
Jika melihat perkiraan BMKG tersebut, maka seharunya La Nina kurang berdampak signifikan terhadap produksi padi karena saat periode panen raya, lahan persawahan seharusnya tidak terbenam oleh banjir sehingga memicu terjadinya gagal panen.
Apalagi kebanyakan produksi gabah kering giling yang nantinya akan jadi beras kebanyakan ada di Pulau Jawa dan Sumatera. Namun fenomena La Nina tetap saja menjadi ancaman yang perlu diwaspadai.
Apabila sampai dengan Februari curah hujan yang tinggi masih terjadi di kawasan Pulau Jawa dan menyebabkan banjir, maka luas lahan gagal panen bisa meluas. Produksi yang menurun bisa membuat harga beras melonjak.
Pemerintah pada akhirnya harus menstabilkan harga dengan mengimpor beras. Impor beras yang besar-besaran pada akhirnya hanya akan membuat harga di kalangan petani anjlok, nilai tukar petani pun tergerus dan membuat petani menjadi korban.
Jangan sampai hal semacam itu terjadi karena merugikan petani.
BMKG melalui situs resminya mengungkapkan bahwa para pemangku kepentingan diharapkan dapat lebih optimal melakukan pengelolaan tata air terintegrasi dari hulu hingga hilir misalnya dengan penyiapan kapasitas sungai dan kanal untuk antisipasi debit air yang berlebih.
Masyarakat juga diimbau agar terus memperbaharui perkembangan informasi dari BMKG.
Sumber: CNBC