KUSAN HILIR,koranbanjar.net – Setelah menerapkan tanam padi dengan Atabela manual yang dibuatnya sendiri, Johani mampu menanam padi 3 kali setahun. Johani mengisahkan, bahwa sejak tahun 2017, dia sudah mulai mencoba menanam padi tanpa menyemaikannya terlebih dahulu.
Sebagaimana yang biasa dia dan masyarakat di desanya lakukan, yaitu di Desa Saring Sungai Bubu Kecamatan Kusan Hilir Kabupaten Tanah Bumbu, Senin (13/7/2020)
Lebih lanjut Johani menjelaskan, sejak menerapkan penanaman benih padi secara langsung dengan menggunakan Atabela manual, diperoleh beberapa manfaat yaitu, umur panen lebih cepat sekitar 100 hari dibandingkan secara tanam pindah berkisar 120 hari.
Kemudian, peningkatan produktivitas lebih tinggi mencapai rata-rata 5 ton per hektare gabah kering giling (GKG) dibandingkan cara biasa sekitar 4,5 ton per hektare GKG.
Dengan panen lebih cepat dapat menghemat waktu sehingga dapat segera dilakukan penanaman selanjutnya. “Menerapkan sistem ini saya dapat menanam 3 kali dalam setahun. Saya juga dapat menghemat pengeluaran tenaga kerja untuk tanam,” tutur Johani.
Menurut Johani lagi, di wilayahnya dengan cara biasa diperlukan biaya tenaga kerja untuk penanaman sebesar Rp2.500.000 per hektarnya. Berbeda bilamana menggunakan Atabela, Johani hanya perlu tenaga kerja 2 orang dan dapat selesai 1 hari untuk per hektarnya.
Bagaimana biaya tenaga kerja? Biaya per orang per hari sebesar Rp130.000. Jadi, per hektar hanya butuh biaya tanam Rp260.000.
Tahun 2019 tadi Johani sudah dapat merasakan manfaat, melakukan penanaman 3 kali setahun di lahannya (IP 300). Hal ini didukung kondisi iklim yang normal.
Syarat dapat dilakukannya penanaman dengan sistem Atabela, adalah kondisi lahan dalam keadaan macak-macak, sehingga benih yang ditaburkan dapat melekat di tanah agar dapat tumbuh.
“Jadi, kondisi alam yang dipengaruhi faktor iklim sangat menentukan apakah bisa tanam 3 kali atau tidak. Jika curah hujan terlalu tinggi dan lahan tergenang maka tidak dapat dilakukan penanaman benih padi,” katanya.
Permasalahan juga bisa terjadi jika curah hujan tinggi dan terjadi banjir, maka tanaman yang sudah tumbuh (tanaman muda), terendam banjir cukup lama juga akan mati. Sehingga perlu ditanam ulang.
Gunakan Irigasi Semi Teknis
Zulkifli SP selaku Penyuluh Pertanian di Desa Saring Sungai Bubu menjelaskan, persawahan di Desa Saring Sungai Bubu sudah menggunakan irigasi semi teknis, sehingga jumlah air di persawahan dapat diatur.
“Dengan catatan iklim dalam kondisi relatif normal artinya tidak sampai terjadi intensitas curah hujan yang ekstrim. Karena itu sangat memungkinkan sekali untuk penerapan sistem Atabela seperti yang dilakukan pak Johani,” terang Zulkifli.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Zulkifli, penggunaan Atabela manual lebih efektif dibandingkan alat tanam mesin (Rice Transplanter).
“Di sini kedalaman lumpurnya rata-rata lebih dari 30 centimeter. Dulu sudah pernah dicoba menggunakan rice transplanter namun kurang berhasil, Semoga iklim selalu bersahabat sehingga IP 300 selalu dapat dicapai,” pungkas Zulkifli.
Sumber: Koran Banjar