Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) kembali memperkenalkan varietas padi unggul IF (Indonesian Farmers) 16 yang mempunyai produktivitas mencapai 12 ton per hektare gabah kering panen atau GKP.
Ketua Umum AB2TI, Dwi Andreas Santosa di Jakarta, Rabu, mengatakan, varietas padi IF16 yang tahan hama penyakit seperti wereng batang cokelat, penggerak batang padi dan blast, merupakan pengembangan lebih lanjut dari varietas padi IF8.
"Keunggulan lainnya varietas IF16 dengan varietas padi lainnya, umurnya genjah (pendek) yakni hanya 90 hst (hari setelah tanam) atau 104 hss (hari setelah sebar) di musim gadu," kata dia dikutip Antara, (21/8/2019).
Dwi Andreas mengakui, bahwa varietas padi IF16 merupakan keturunan dari IF8 yang disilangkan dengan varietas lokal dari Malang pada 14 Agustus 2014 di Sekretariat Nasional AB2TI.
“Jadi kemunculan IF16 ini bukan tiba-tiba. Bahkan melalui jejaring AB2TI, kami telah menyebarkan varietas ini ke belasan kabupaten," ujarnya.
IF16, tambahnya, memiliki jumlah anakan rata-rata 28 dan bulirnya 160 - 200 per anakan, sehingga layak untuk dikembangkan.
Menurut Dwi Andreas, bukan hanya petani AB2TI di Indramayu yang tertarik menanam varietas IF16, tapi petani sekitar lainnya. Bagi petani lain,varietas IF16 dikenal dengan sebutan Ciherang Tuban karena merupakan hasil seleksi dari Tuban.
Kepala Pusat Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PVT) Erizal Jamal menyatakan, pihaknya telah mengirimkan tim untuk mengunjungi lokasi penanaman IF16 pada 14 Agustus 2019 dan menyatakan kekagumannya terhadap IF16.
Aryanto, dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat juga mengakui, keunggulan varietas padi tersebut sebab meski jumlah rumpun IF16 dalam satu ubinan hanya 48, namun produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan Inpari 32 yang mempunyai rumpun hingga 60.
“Dari hasil ubinan produktivitas IF16 mencapai 12 ton per hektare, padahal rata-rata di Jawa Barat hanya 5,8 ton per hektare,” katanya.
Jenis Beras Pulen
Sementara itu jika dibandingkan dengan varietas IF8 menurut Dwi Andreas, dari sisi rasa IF16 merupakan beras pulen sehingga cocok untuk masyarakat Jawa sedangkan IF8 lebih cocok untuk konsumsi masyarakat Sumatera yang menyukai beras agak pera .
Namun demikian jika dibandingkan dengan varietas yang biasa di tanam petani yakni Ciherang, IF8 mempunyai produktivitas hampir dua kali lipat dibanding Ciherang, meski umurnya lebih panjang.
Karena kelebihan itu,lanjutnya varietas IF8 tersebar dengan cepat di kabupaten Aceh Utara dan kabupaten lainnya yang akhirnya menimbulkan kontroversi.
Menurut Dwi Andreas, varietas IF8 berasal dari petani Karanganyar yang berhasil menyeleksi beberapa galur sejak tahun 2012. Sejak tahun 2014 hingga 2015, varietas IF8 ditanam petani di 13 kabupaten jejaring AB2TI di Indonesia. Hasilnya produktivitas IF8 lebih tinggi 57,36 persen dari petani sekitar.
Dengan hasil itu, lanjutnya sebanyak 9 kampung di Aceh berniat untuk menanam IF8 dengan menyediakan lahan seluas 400 hektare.
Terkait kontroversi budidaya benih varietas IF8 beberapa waktu lalu Pusat PVT Kementerian Pertanian menyatakan benih merupakan pondasi pertanian sehingga perizinannya diatur ketat oleh pemerintah dalam hal ini Kementan.
"Kewajiban mendaftarkan temuan benih dan sertifikasi adalah upaya pemerintah menjamin kualitas benih bermutu," ujar Erizal Jamal melalui keterangan tertulis.
Menurut Erizal, benih yang tidak tersertifikasi sangat rentan terhadap pemalsuan benih, dan pemerintah tidak ingin petani menanggung resiko kerugian mereka akibat pelaku usaha yang tidak patuh aturan.
"Dampak ekonomi akibat benih palsu dapat merugikan bagi petani yang menggunakan benih dan berdampak bagi kerugian ekonomi suatu wilayah," katanya.
Sumber: Liputan6