SUBANG, (PR).- Balai Besar Penelitian Tanaman Padi memproduksi benih Varietas Unggul Baru (VUB) sebanyak 1.700 ton sepanjang 2018. Penyebaran benih tersebut diharapkan dapat memenuhi seluruh kebutuhan benih unggul bersertifikat yang baru bisa dipenuhi setengahnya oleh pemerintah selama ini.
"Benih sebar sebanyak itu akan memenuhi 50 persen kebutuhan benih nasional di tingkat petani," kata Kepala BB Padi, Priatna Sasmita, Rabu 19 Desember 2018. Benih pokok (stock seed) itu mulai disebarkan kepada kelompok petani dan penangkar benih di beberapa provinsi termasuk Jawa Barat hingga akhir Desember 2018.
Benih pokok akan dikembangkan menjadi benih sebar (extension seed) di penangkaran seluas total 68.000 hektar. Priatna menyebut setiap penerima bantuan akan mendapatkan 20-25 kilogram benih pokok. Ia memproyeksikan hasil penangkaran minimal tiga ton per hektar atau total 204.000 ton benih sebar.
"Benih sebar yang dihasilkan dapat mencukupi kebutuhan tanam produksi seluas 8,1 juta hektar sawah," kata Priatna optimistis. Bantuan kali ini sekaligus untuk mengejar target perluasan tanam padi seluas 20 juta hektare pada 2019 mendatang dengan kebutuhan benih mencapai 400 ribu ton.
Lingkungan Berubah
Kementrian Pertanian memprogramkan 2018 sebagai Tahun Benih Nasional untuk semua jenis komoditi mulai dari tanaman pangan, perkebunan, hortikultura hingga peternakan. Di sektor tanaman pangan, BB Padi memproduksi berbagai jenis VUB untuk ekosistem sawah irigasi, tanah kering (gogo) dan rawa.
VUB yang diproduksi sepanjang 2018 antara lain jenis beras merah Inpari 24, Inpari 30 Ciherang Sub1, Inpari 32 HDB, Inpari 33-34, Tarabas dan sebagainya untuk ekosistem sawah irigasi. Di sawah gogo BB Padi memproduksi VUB Inpago 8-10, Situ Bagendit dan Rindang 1-2. Sedangkan untuk agroekosistem rawa diproduksi Inpara 2-3 dan 8.
"Varietas itu bersifat statis, jadi tak akan berubah dia. Tapi kalau lingkungan itu dinamis," kata Priatna. Misalnya, benih Ciherang yang diluncurkan pada tahun 2000-an diakui tahan terhadap serangan wereng coklat. Tapi hama tersebut terus beradaptasi seiring tekanan dari lingkungannya.
Priatna menyimpulkan, petani perlu mengganti varietas benihnya sesuai perkembangan kondisi lingkungan. Selain itu, mereka juga diimbau memilih benih sesuai ekosistem sawahnya masing-masing untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal.
Informasi tersebut disampaikan juga pada ratusan kelompok tani dan penangkar benih dalam bimbingan teknis di kawasan BB Padi Kabupaten Subang. Salah seorang penangkar benih, Khairul Anam Syah mengusulkan pemerintah tidak hanya menjelaskan teknis penangkaran benih VUB yang akan diberikan.
"Kami juga memerlukan informasi yang berkaitan dengan komersialisasi dari hasil penangkaran benih ini agar lebih bergairah," kata Anam. Ia mengakui kerja sama yang dilakukannya dengan BB Padi sejak tahun 2000 telah menghasilkan keuntungan bagi para penangkar karena inovasi benih yang lebih tahan gangguan.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Dwi Andreas Santosa juga merekomendasikan bantuan benih dari pemerintah untuk mengantisipasi gagal tanam pada puncak musim hujan. "Yang perlu diantisipasi saat puncak musim hujan tanamannya masih rendah dan tenggelam," katanya.
Puncak musim hujan diperkirakan terjadi pada Januari 2019. Namun, Dwi merasa intensitas hujan sudah sangat lebat pada Desember 2018. Apabila terjadi kerusakan pada periode tersebut, petani harus melakukan proses tanam hingga beberapa kali agar bisa tetap bertahan hingga panen musim rendeng.
Kondisi itu diakui akan merugikan para petani karena biaya produksi mereka bertambah beberapa kali lipat. Karena itu, Dwi menyarankan pemerintah membantu para petani dengan memberikan benih sesuai kebutuhan. "Petani tidak bisa menghindari kondisi itu. Di Jawa Barat itu bisa tanam 4-5 kali," katanya.
Sumber : Pikiran Rakyat